Skip to main content

Pesan Malam Itu

- Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? -

Malam itu sama seperti 3 malam berturut-turut kemarin, hujan selalu menghiasi perjalananku usai mengabdi di sebuah perusahaan menuju perjalanan pulang. Malam ini hujannya tidak sederas malam kemarin, hanya titik demi titik membasahi payung yang selalu menjadi teman setiaku menuju rumah. Sehingga aku tidak memilih untuk berteduh seperti kemarin, melainkan melanjutkan perjalananku ke rumah agar tidak sampai dirumah larut malam.

Sore itu, ketika mata kuliah ditutup oleh import-practise. Sang dosen berkata, "setelah dari kampus, kalian langsung pulang?"
Semua dari kami, menjawab "iya".
"Hang out dulu, jangan langsung pulang. Nanti kalau sudah jam 9 malam, baru pulang. Banyak ilmu diluar". Lanjut sang dosen.
Ketika perjalanan dengan bus antar jemput Bandung-Purwakarta, salah seorang teman mengajakku main sore itu. 
"ke wiskul, yuk!" Ajaknya
Aku menolak ajakannya, karena merasa sudah terlalu lelah beraktivitas. Belum lagi hujan sore itu cukup gede.
Akhirnya kami sampai di Purwakarta tanpa kurang satu apapun sekitar pkl 17:35 wib.
Aku langsung bergegas mencari angkot petang itu, khawatir hujan semakin gede. Maklum saja, dari tempat pemberhentian bus ke rumah cukup jauh sehingga membutuhkan angkot untuk menyambung perjalanan kembali. Angkot yang ditunggu pun datang, aku dan beberapa teman yang memilih langsung pulang petang itu untuk menaiki angkot yang telah kami stop.

Sampailah aku di gang jalan menuju rumah, disaat masjid-masjid menyuarakan pengajian menyambut maghrib tiba. Suara toak dari masjid itu sangat indah, ditemani rintikan hujan yang sedari sore belum juga reda. Tadinya aku memutuskan menghentikan perjalananku di masjid itu, seraya menyelesaikan maghrib yang mau tiba. Tetapi waktu menuju maghrib masih ada sekitar setengah jam, akhirnya aku membatalkan niatku.
Hujan petang itu nampaknya menggelitik perutku, sehingga aku memilih memutar kembali langkahku mencari makanan di sebuah warung-warung di sekitar jalan. Aku pun berhenti di sebuah warung penjual martabak telur dan bangka. Sembari meletak payung yang sedari tadi setia melindungiku dari basahnya langit, aku memesan sekotak martabak telur.

"A', martabak telurnya 1" Pintaku
"Sebentar teh, silahkan duduk." Jawab sang pedagang sambil menyodorkan kursi.
Aku pun memilih untuk duduk di kursi yang telah disodorkannya, sambil menunggu martabak selesai dimasak.
"Dari mana teh? Sekolah? Kuliah?" Tanya pedagang itu membuka percakapan
"Dari kuliah A'" Jawabku
"Ow, kuliah dimana teh?" Tanyanya kembali
"Kuliah di Bandung A'" Jawabku kembali
"Kok jauh amat teh, disini juga ada kampus" Timpal si pedagang itu kembali dengan logat tegalnya yang khas sambil menunjuk sebuah perguruan tinggi swasta yang ada di depan warungnya.
"Dulu saya kuliah disini A', di Sadang. Tapi ada sedikit konflik yang membuat kampus kami harus dipindahkan ke Bandung. Mau pindah ke sini, udah nanggung A'. Udah hampir setengah jalan". Kataku mencoba menguraikan kronologi kejadian :-)

"Iya ya teh, kuliah gak kuliah wong juga yang dicari duit" Timpalnya
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.

"Kalau saya teh, sudah merantau dari usia 8 tahun" Katanya melanjutkan percakapan
"Merantau ke sini, A'?" Tanyaku penasaran
"Bukan teh, pertama saya ke Jakarta. Saya sudah mulai SD berdagang, pertama kali jualan sate di Bogor" Lanjutnya kembali
"Sate maranggi?" tanyaku kembali
"Yah, bukan teh. Sate tegal lah" Ucapnya dengan logat khas tegal sambil tertawa kecil.
"Saya cuma sekolah sampai kls 4 SD teh, gak selesai. Gara-gara gurunya kejam, saya pernah dibesit teh. Ini bekas lukanya masih ada. Dari sana saya gak mau sekolah lagi. Akhirnya ke Jakarta, terus pindah ke Bogor. Ikut-ikut dagang sate. Baru ke sini (purwakarta), dagang martabak". Dia melanjutkan ceritanya
"Wah, terus dari mana bisa belajar masak A', bakat ya?" tanyaku penasaran sambil tersenyum
"Yah belajar teh. Dulu waktu jualan sate, saya suka memperhatikan bos saya. dari sana saya belajar, sama seperti martabak. Akhirnya saya buka warung sendiri. Dua tahun nan disini, alhamdulillah saya dapat jodoh. Yah, alhamdulillah dia mau menerima saya apa adanya, dengan kondisi saya seperti ini. Tapi, saya bersyukur teh udah untung jadi pedagang. Yang penting halal". Jawabnya melanjutkan cerita
"Berapa anaknya A'? Sudah pada sekolah? Istri suka bantuin dagang?" Tanyaku kembali
"Dua teh, yang satu SD dan satu lagi masih kecil. Itu istri saya sedang gendong anak saya yang kecil" Jawabnya sambil menunjuk ke sebuah kursi yang ada di depan toko yang telah tutup, berlindung dari hujan yang belum juga reda.

Aku terdiam dan hanya tersenyum mendengar cerita pedagang tersebut.
"Arggh, Tuhan. Kau begitu baik kepadaku. Di usia yang baru saja mau memasuki 21 tahun, bisa dibilang sudah begitu banyak ni'mat yang Kau beri. Aku bisa ini & itu semua berkat-Mu. Lantas, masih pantaskah aku mengeluh???
Sedangkan pedagang itu, hanya mampu memberi makan istri dan anak-anaknya dari hasil dagangannya. Tapi ia tidak mengeluh, malah bangga dan bersyukur bisa berbagi cerita malam itu".

Lamunanku pun berakhir setelah pedagang itu menyerahkan bungkusan martabak yang telah selesai dimasak. Aku pun menyodorkan uang untuk membayar martabak itu, seraya mengucapkan terima kasih.
Terima kasih atas martabaknya dan terima kasih atas berbagi ceritanya.

Aku jadi teringat apa kata dosenku sore itu, iya benar...
Begitu banyak ilmu yang bisa kita dapat dari luar.
Pengalaman itu memang guru yang paling berharga :-)

Comments

Popular posts from this blog

PLN Part 3 ~Tes Potensi Akademik (TPA) & B.Inggris

Akhirnya Tes GAT terlewati, 2 jam di ruang uzian berhasil membuat sedikit agak bernafas lega dan otot-otot serta syaraf yang tegang rileks kembali. Sebelum keluar dari ruangan, panitia sudah mengumumkan bahwa hasil tes akan diumumkan hari itu juga paling lambat sekitar pkl 20:00 wib. Dan bagi peserta yang lanjut dapat mengikuti tes kembali besok di ruangan yang sama. Arghhh..leganya, alhamdulillah semua soal dapat saya jawab dan menyelesaikannya tepat waktu. Yah, meskipun agak sedikit ragu. Karena materi yang dikerjakan hanya sekitar 30% dari buku yang saya beli satu minggu yang lalu di Gramedia :-( Tapi wait..soal gak terlalu sulit kok, yang terpenting anda fokus dan jangan lupa berdo'a sebelum uzian :-) Selesai tes, saya shalat dulu karena belum sempat shalat zuhur tadi sebelum tes. Dan saya pulang... Sesuai arahan panitia, saya mengecek website PLN untuk mengetahui hasil tes. Ternyata belum ada. Dan sekitar pkl 23:00 wib saya buka kembali, ternyata sudah ada

Cinta! GILA atau ANEH?

Saat ada yang jatuh cinta Mereka tertawa bahagia Seakan dunia adalah surga Tak jarang perbuatan gila melanda Mulai bergaya ala artis Tak jarang berpose bak selebritis Foto demi foto di upload dengan wajah manis Hanya demi menarik perhatian sang pujaan hati Tapi, saat ada yang patah hati Dunia seakan tak berarti Rasanya ingin bunuh diri Atau..mati saja saat ini! Muka mengucel, badan melesuh, semangat memudar Upload status tak lebih dari cacian dan makian Atau..bak manusia yang paling tak berarti di dunia Entahlah! Hanya si empunya yang tahu betapa kacaunya ia! Ada pula cinta diam... Yang mengagumi dalam diam Mencintai dengan diam Berdo'a menyeru namanya diam-diam Ada juga cinta umbar Semua perasaan di publish bak selebritis Setiap kata dirajut menjadi kalimat paling romantis Semua wajah di edit jadi foto-foto manis ~ Lalu, pernahkah terlintas di benak anda? Tatkala jatuh cinta kepada seseorang dan merasa bahagia, sebenarnya ada perasaan wanita lain yan

Eye Level

Keputusanku untuk kembali ke medan setelah wisuda, bulat sudah. Banyak hal yang sudah difikirkan masak-masak sebelum memutuskan. Bukan gampang! Meninggalkan posisi karier yg terbilang sudah cukup lumayan dari segi apapun. Tapi setiap perjalanan harus ada pengorbanan, don't be egoistic!!! Ada banyak pertimbangan meninggalkan semua rutinitas di Jawa dan hidup entah seperti apa di Medan. Ya, itulah yang ada di benakku tatkala itu. Pertama, keluarga Kini kami hanya tinggal berempat. Ayah adalah bapak dan ibu bagi kami. Rasanya tidak tega harus meninggalkan ayah dan dua adikku setelah ditinggal pergi mama. Mengurus ini dan itu seorang diri. Membereskan segala sesuatunya sendiri. Ya sih masih ada fanny yg dibilang sudah cukup dewasa. Tapi, aku mengenal betul watak fanny dari kecil. Fanny bukan typikal orang yg care abis sama rumah. Care sih tapi gak pakai banget. Belum lagi si Raisya, masih terlalu kecil untuk harus memahami semua ini. Dia akan merasa kesepian karena hanya memiliki