Skip to main content

CINTA SANG EMBUN

Benar kata pepatah, "Bagaikan pungguk merindukan bulan". Kira-kira begitulah aku menafsirkan diriku saat ini. Mencoba menata ulang kembali apa yang ada di hati dan apa yang terbesit di otak. Malam kian larut, kupandangi hujan yang sedari tadi ikut menangis bersama jeritan hatiku. Tak ada yang tahu, hanya aku, Tuhan dan hatiku yang tahu apa yang sedang berkecamuk dipikiranku.

"Sudah, ikhlaskan saja!" Kira-kira begitulah statement yg ada di akal positifku
"Jangan, kamu gak sayang dengan perjuanganmu?" Sang pemilik akal negatif mencoba menggodaku

Aku hanya bisa diam, duduk dan kupandangi langit yang sedari tadi masih bahagia menurunkan hujannya. Mencoba mengartikan huruf demi huruf, kata demi kata bahkan kalimat demi kalimat yang telah ku kirim dalam pesan singkat itu beberapa tahun yang lalu. Yah, cerita itu berawal beberapa tahun yang lalu.

Sebut saja, namaku Embun. Aku memiliki seorang teman dekat yang bernama Femi. Aku cukup dekat dengan Femi, 3 tahun bersamanya di bangku sekolah dulu membuat kami akrab satu sama lain. Meski diawal tahun pertama, kami hanya sekedar tahu. Dekat tapi kami bukan sahabat. Karena pertemanan itu datang dan pergi seiring berlalunya waktu. Femi adalah orang yang sangat baik, pengertian dan asyik. Bahkan tak jarang kami selalu berbagi cerita tentang apapun dan dimanapun.

Suatu hari, aku bertemu seorang pria dari sekolah sebelah. Orangnya cukup menyita perhatian ku kali ini, karena dari bangku SMP dulu tak ada pria yang mampu menghipnotisku sepertinya. Pertemuan pertama kami saat itu, karena sama-sama mengikuti pertandingan antar sekolah di sebuah Perguruan Tinggi di kota Aceh. Kesan pertama cukup menarik, karena pria itu berbeda. Sifatnya yang kelihatan sok cool, cuek dan angkuh ternyata topeng belaka. Dia adalah pria baik dan sopan, berbicara pun apa adanya. Jadi tidaklah heran, kalau para wanita mengagumi kehadirannya. Tak hanya dari sekolahnya, tetapi juga sekolahku.
Pernah suatu hari, salah satu temanku tak henti-henti berbicara tentangnya. Mereka menggosip di bangku belakang jika bel istirahat berbunyi. Aku yang duduk di depan mereka, tertawa geli melihatnya.
Pertama mendengar cerita mereka, aku penasaran "seperti apa pria idola para hawawers ini? :-D"

Hingga waktuilah yang mempertemukan kami. Aku terlibat dalam pertandingan antar sekolah dengannya, disana kami berkenalan. Namanya Hamid, kira-kira begitulah selentingan terdengar. Karena suara peserta lain yang bergemuruh di Aula pertandingan Speech Contest saat itu. Yah, sebenarnya aku sudah tahu siapa nama dia. Maklum saja, Hamid kan pria terpopuler sejagat raya saat itu. Aku hanya tersinyum sambil berkata "Embun", kataku.
Selang pergantian hari dan pertandingan usai, aku tak pernah melihat Hamid lagi. Hingga suatu hari, ada yang memfollow ku di twitter dan ternyata Hamid. Aku sempat mengundur 3 hari untuk tidak mengapprove nya dulu. Karena merasa tidak kenal, ia menggunakan nama yg berbeda dan foto yang aneh. Tapi entah kenapa, aku juga tidak menolak pertemanan itu. Sore hari dikala waktu lagi lewong, aku mencoba membuka twitter ku kembali. Entah rasa penasaran apa yang mengganggu otakku. Hingga ku bukalah akun twitter dengan nama @OnePiece_D'Hamid itu tanpa mengapprove nya dahulu. 
"Hmmmm, cewek semua men" Kataku dalam hati
Yah, status-status terbaru hamid di akun twitternya di coment oleh para wanita. Baca-baca dan...sampailah di barisan bawah, ada seorang wanita yang mengirimnya sebuah time line dengan pertanyaan, "ini Hamid mana?" Kata sang ladies
Si Hamid membalas time line wanita itu, "Hamid anak sebelah sekolahmu la, masa' gak kenal?'
"Ow, ternyata ini twitnya Hamid" kataku
Langsung aku approve tanpa pikir panjang. Tadinya sih, aku pengen nulis di time-line nya "Thanks", tapi berkali-kali ku tulis, berkali-kali pula ku hapus. Hingga akhirnya aku putuskan, tak jadi menulis di time-linenya.

Hari terus berlalu dan tiba lah aku dibangku terakhir masa putih abu-abu ini. Semakin berlalu hari, semakin ramai para fans Hamid. Apalagi, waktu di sekolah kami mengadakan pertandingan Voli dalam rangka 17 Agustus, dan hamid ikut serta mewakili sekolahnya. Riuh para suara wanita memujanya. dan aku hanya tersenyum geli.
Hingga suatu hari, aku memberanikan diri menyapa hamid di twitter. Yang isinya kira-kira begini :
@Embun :"Hi, Mid. Anak sekolah sebelah kan?"
@OnePiece_D'Hamid : "Hehe, iya. Ini Embun kan?"
@Embun :"Iya Mid, thanks ya udah follow"
@OnePiece_D'Hamid: "Ok"
Beberapa menit kemudian, Hamid mengirimi ku time-line kembali.
@OnePiece_D'Hamid : "Kamu mau nyambung ke fakultas mana, Embun?"
@Embun : "Hmm, belum tahu Mid. Aku mau lihat sikon dulu, kalau kamu?"
@OnePiece_D'Hamid :"Kalau aku, mau ikutan beberapa tes. Yah, gimana lulusnya aja. Tapi pengennya sih ke USU"
@Embun : "Ow gitu, good luck ya Mid".
Obrolan kami terputus.

Karena tak sanggup menyimpan kebahagiaan yang sedang melanda ini sendiri, aku cerita ke Femi tanpa pernah bertanya dahulu sebelumnya, "Apakah Femi juga fans Hamid?"
Femi menanggapi ceritaku dengan hangat saat itu, dia begitu bersahabat. Hampir setiap hari dia selalu menanyakan kepadaku, "Apakah aku masih sering time-line bareng Hamid?"
Aku yang merasa baik-baik saja saat itu, bercerita A-Z tentang Hamid kepada Femi. Karena aku merasa Femi adalah orang yang tepat mendengar ceritaku, ditambah lagi Femi juga bercerita tentang teman sekelas kami "Rendi" yang sedang dikagumi Femi.
Persiapan melepas seragam putih abu-abu ini kian mantap. Aku dan hamid juga semakin akrab, mulai dari time line sampai tukeran no hand phone. Dan aku selalu menceritakan semuanya kepada Femi.
Hingga aku mendengar kabar, kalau Hamid akan pindah ke kota kembang (Bandung) karena mendapat beasiswa di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Bandung. Iya akan melanjutkan pendidikannya disana. Beribu penggemar fans hamid menyelamatinya melalui status terakhir yang ia tulis di Time-line nya.
Tadinya, aku juga ingin gabung untuk berkata "selamat", tapi lagi-lagi kuurungkan kembali niatku.
Hingga pesan singkatlah yang kupilih saat itu, sebagai media untuk menyampaikan kalimat "Selamat" kepada nya. Dan dia membalas pesan singkat itu.
Kini Hamid telah pergi untuk melanjutkan cita-citanya di kota Kembang. Dan aku memilih bergabung di sebuah perusahaan pinjam modal untuk meneruskan hidupku. Sedangkan Femi lulus di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Aceh. Meski kami memiliki kesibukan masing-masing, tapi aku dan Hamid masih suka komunikasi walau tidak sering. Aku dan Femi juga masih suka ketemu di sela-sela kesibukan kami. 

Inilah awal cerita itu,
Suatu hari aku dan Femi janji untuk hang out sore itu di salah saut mall. Kami menghabiskan waktu dengan menonton, makan dan jalan-jalan. Hingga kami bertemu Rendi, teman sekelas kami dulu. Kami saling mengobrol satu sama lain, dan rendi memulai pernyataan yang membuat aku shock, bingung dan sedikit kecewa mendengarnya.
"Fem, dapat salam dari Hamid" Begitulah kira-kira perkataan Rendi
Aku hanya tersenyum simpul membalas mata Femi yang langsung melirikku.
Dan tiba-tiba aku berkata, "Wah, selamat ya Fem. Gak dibales lagi salamnya? Tenang aja Fem, aku sama Hamid cuma teman kok" Kataku mencoba menghibur diri sore itu
Dan waktu membawa kami harus pulang ke rumah, karena sebentar lagi Azan tiba. Sepanjang perjalanan muncul pertanyaan demi pertanyaan di benakku. "Kenapa Femi? Ada apa dengan Hamid dan Femi? Femi gak pernah cerita apapun tentang Hamid kepadaku. Dan ngapain Hamid dengan setianya membalas semua time line yang ku kirim atau sekedar pesan singkat yg tertulis?" 
Dan masih banyak pertanyaan demi pertanyaan yang muncul.
Tapi kutenangkan sejenak hatiku dan aku mencoba positive thinking. Hingga tak ku dengar lagi kabar kelanjutan Hamid dan Femi. Disamping jadwalku yang mulai padat, aku juga masih suka komunikasi dengan Hamid. 

Sampailah suatu hari, aku dapat promosi jabatan di kantor tempatku bekerja yang jika aku terima, salah satu syaratnya menetap di Ibu Kota (Jakarta). Aku memutuskan pergi dan melanjut hidup disana. Aku gak mengabari Hamid saat itu, disamping pikiranku yang masih mengundang tanya antara Femi & Hamid. Mengabari lewat twitter sudahlah cukup, aku rasa. Hingga kuberanikan diri menghubungi Hamid kembali.
Dan Hamid membalas pesan singkatku, sambil bertanya "Dia mendengar kabar aku di Jakarta, dimanakah lebih tepatnya? Dan berapa lama aku disana?"
Aku membalas pertanyaan Hamid satu demi satu, dan komunikasi kami lancar kembali.
Suatu hari, aku menghubungi Femi mencoba bertanya bagaimana kondisinya? Kami pun saling membalas pesan singkat yang kami kirim, tadinya aku ingin bercerita tentang Hamid ke Femi tapi kuurungkan, mengingat Hamid pernah menyukainya :-) Dan aku tidak mau membuat Femi sedih.
Sejak saat itu, kami semakin jarang berkomunikasi. Seperti ada hal yang tak mau Femi bagi kepadaku dan gak mau aku tahu.Ditambah lagi, Femi memiliki teman dekat wanita sebelum aku yang bernama Sya-sya. Femi lebih mempercayai Sya-sya mendengarkan semua ceritanya daripada aku. Karena beberapa kali, aku ingin menyapa Femi di time-line. Aku melihat dia selalu membuat status "Ucapan terima kasih kepada Sya-sya, karena telah mau mendengar ceritanya. Femi juga selalu mengirimi time line dengan kode "Cek DM, ke Sya-sya".  Mungkin karena sifatnya pribadi. Sedangkan aku masih sibuk dengan komunikasi maya yang semakin lancar dengan Hamid.

Sore itu, pesan singkat kembali menderingi handphone ku. Ternyata dari Ana, teman dekatku yang lain. Kami mengobrol panjang lebar dengan Ana, sampai tiba-tiba Ana bertanya, "Femi bilang, sudah lama aku tidak pernah cerita-cerita lagi ke dia". Aku menjawab pertanyaan Ana seperti apa yang kurasa. Aku bilang, "Cerita siapa? Hamid? Sepertinya dia juga tertarik dengan Hamid,An. Kemarin Hamid sempat mengiriminya salam lewat Rendi. Kalau aku cerita tentang hamid ke dia, bukankah malah membuatnya sedih An?"
Tapi Ana begitu positif saat itu, "Jangan begitu Embun, gak mungkin Femi menyukai Hamid. Bukankah jelas dia menyukai Rendi?" Kata Ana menenangkanku.
"Iya An, ah...aku gak tahu. Sudahlah!" Aku membalas pesan singkat Ana itu.dan kami mengulas obrolan lain.
Komunikasiku semakin lancar dan baik-baik saja dengan Hamid saat itu. Tapi, entah kenapa pertanyaan mengganjal itu selalu menghantuiku. Walau harus berkali-kali pulalah aku mencoba berpikir sejernih mungkin.

Hingga, sebuah kabar aku terima dari pesan singkat yang dikirim Hamid ke hanphone ku. Bahwa dia telah diterima bekerja di salah satu perusahaan tambang yang harus membawa dirinya terevakuasi ke daerah Timur Indonesia. Aku membalas dengan senyum manis pagi itu, "Wah, selamat ya Mid. Hati-hati di jalan, sukses selalu"
Pagi itu, setelah membalas pesan singkat yang dikirim Hamid, aku membuka twitter untuk up-date sebuah status yang tadinya kutujukan pada Hamid. Tapi, kuurung kembali niatku. Karena time line Femi yang sepertinya sangat sakit hati luar biasa kepada seseorang, terpampang pagi itu.
@Femivers : "Mau kamu ke Timur, mau ke Barat, mau gak balik. Terserah!!! Saya tidak perduli dengan Anda!"
Entah kenapa, ada rasa sedih, syok sekaligus ingin tahu kepada siapa time-line itu dituju. Aku mengirimi pesan singkat kepada Femi untuk menanyakannya, ia hanya menjawab "Gak perlu dibahas, gak penting"
Tapi entah kenapa fikiranku terus ke Hamid. Aku semakin bertanya-tanya. 
Dan sepulang ngantor, ku rebahkan badanku diatas kasur empukku sore itu. Sambil mengingat memori apa yang pernah dibuat antara aku, Femi dan Hamid. 
"Jleb!" Aku baru ingat, kalau Femi juga menyukai Hamid. Dulu, ketika kami iseng-iseng bercerita cowok idaman seperti apa yang diharapkan? Femi pernah menyebut nama "Hamid", dimana saat itu aku & Hamid belum terlalu dekat dan gak ada cerita antara aku & Hamid yang aku ceritakan ke Femi.  Sementara saat itu, aku menjawab "Tidak ada" karena mendengar Femi menyebut nama Hamid. Setelah itu, Femi juga pernah dicandain Sya-sya kalau Hamid sekedar menghampiri Rendi ke sekolah atau mengikuti pertandingan antar sekolah. Aku lupa semua itu, aku lupa signal-signal itu. dan bodohnya lagi, dengan bangganya aku ceritain semua rasa kagumku dari A-Z tentang Hamid ke Femi. Padahal, Femi juga menyukainya,
"Ya Rabbi...bodohnya aku" Bisikku.

Hari demi hari kian terpampang nyata, karena status Femi di timeline selalu galau dan sedih. Yang ditujukan pada seseorang, dan Femi gak pernah mau cerita jika aku tanya. Yah jelas, dia pasti menghargai aku. Hingga aku putuskan tak lagi banyak bertanya dan bercerita. Daripada terkesan terus menyakiti hatinya.
Kini antara aku dan Hamid juga mulai jarang berkomunikasi. Yah maklum saja, mungkin Hamid mulai sibuk dengan dunia barunya. Aku mencoba berpikir positif pada Hamid dan membiarkannya menikmati kesibukannya. Bukan karena tidak perduli, tapi biarlah dia memiliki ruang untuk dia nikmati hari-harinya. Tapi, pertanyaan itu masih terus mengahantui pikiranku "Hamid- Femi?" Apakah Hamid juga berkomunikasi dengan Femi? Tanpa pernah sepatah katapun cerita tentang "Hamid" ku dengar dari mulut Femi.

Selesai aku menamatkan kajian Al-Quran ku siang itu. Tiba-tiba aku ingat pada sosok Rendi. Teman yang sangat dekat dengan Hamid dan hangat pada Femi. Aku bertanya tanpa harus memaksa Rendi menjawab pertanyaan yang menghantuiku itu. Tapi, benar saja. Rendi mengunci rapat-rapat mulutnya. Aku paham, Rendi tak ingin mendustai teman sejawatnya itu. Dan tak mau ada yang tersakiti antara kami.

Hujan kian mereda, aku baca dalam-dalam apa yang sedang kurasakan.
"Yah, mungkin aku terlalu berharap besar pada Hamid. Sedangkan antara aku & Hamid tidak punya hubungan khusus, kami hanya teman dan sebatas teman. Jadi, hak siapa saja yang mau mendekati Hamid. Dan hak Hamid pulalah, kepada siapa dia ingin mendekat. Hamid tak pernah memberiku sebuah harapan yang kosong, hanya saja aku terlalu egois dengan keemosian wanita labilku mengartikan kalimat demi kalimat dari pesan singkat atau candaan yang saling kami kirim. Maklumlah, aku manusia dan aku wanita, yang selalu identik berfikir dengan hati. So, jika Hamid menyukai Femi. Itu adalah hak Hamid. Dan aku gak boleh merusaknya dengan alasan apapun".
Aku mencoba menghibur diri malam itu sambil terus belajar menanam jiwa positif pada pribadiku. Hanya saja yang menjadi kekecewaan, "Kenapa Femi tidak pernah bercerita tentang Hamid sejujurnya padaku?" Dan mengapa aku baru sadar sekarang? Mengapa dulu aku harus cerita ke Femi? Disaat semua rasa yang kupunya sudah cukup jauh. Tapi, ya sudahlah! Jalannya memang harus seperti ini. Bukankah banyak orang-orang berkoar diluar sana berkata bahwa, "CINTA TAK HARUS SELALU BERSAMA & CINTA TAK HARUS MEMILIKI". Kalimat itu cukup tepat menggambarkan antara aku & Hamid saat ini
Femi juga merasakan hal yang sama, dan aku tahu bagimana rasanya berada di posisi Femi. Yah, biarlah aku ikhlaskan semuanya untuk Femi saat ini. Asal Femi bahagia, karena aku tak ingin melihatnya terus bersedih :-)
Aku akan belajar untuk tegar menerima semua kondisi ini.
Aku akan belajar untuk sabar atas semua perjalanan ini.
Toh Hamid hanyalah manusia seperti aku dan yang lain, yang dititip Tuhan sementara di tempat yang bernama "Dunia/Bumi". Hamid adalah milik Tuhan seutuhnya, bukan Aku maupun Femi.
Dan Aku akan mencoba menata kembali hatiku sampai Tuhan mengizinkanku bertemu dengan Imamku. 
Entah itu Hamid atau mungkin yang lain???
Biarlah ini menjadi misteri dari perjalanan hatiku :-)

                                                                                                       Salam,
                                                                                                       Embun

Comments

Popular posts from this blog

PLN Part 3 ~Tes Potensi Akademik (TPA) & B.Inggris

Akhirnya Tes GAT terlewati, 2 jam di ruang uzian berhasil membuat sedikit agak bernafas lega dan otot-otot serta syaraf yang tegang rileks kembali. Sebelum keluar dari ruangan, panitia sudah mengumumkan bahwa hasil tes akan diumumkan hari itu juga paling lambat sekitar pkl 20:00 wib. Dan bagi peserta yang lanjut dapat mengikuti tes kembali besok di ruangan yang sama. Arghhh..leganya, alhamdulillah semua soal dapat saya jawab dan menyelesaikannya tepat waktu. Yah, meskipun agak sedikit ragu. Karena materi yang dikerjakan hanya sekitar 30% dari buku yang saya beli satu minggu yang lalu di Gramedia :-( Tapi wait..soal gak terlalu sulit kok, yang terpenting anda fokus dan jangan lupa berdo'a sebelum uzian :-) Selesai tes, saya shalat dulu karena belum sempat shalat zuhur tadi sebelum tes. Dan saya pulang... Sesuai arahan panitia, saya mengecek website PLN untuk mengetahui hasil tes. Ternyata belum ada. Dan sekitar pkl 23:00 wib saya buka kembali, ternyata sudah ada

Cinta! GILA atau ANEH?

Saat ada yang jatuh cinta Mereka tertawa bahagia Seakan dunia adalah surga Tak jarang perbuatan gila melanda Mulai bergaya ala artis Tak jarang berpose bak selebritis Foto demi foto di upload dengan wajah manis Hanya demi menarik perhatian sang pujaan hati Tapi, saat ada yang patah hati Dunia seakan tak berarti Rasanya ingin bunuh diri Atau..mati saja saat ini! Muka mengucel, badan melesuh, semangat memudar Upload status tak lebih dari cacian dan makian Atau..bak manusia yang paling tak berarti di dunia Entahlah! Hanya si empunya yang tahu betapa kacaunya ia! Ada pula cinta diam... Yang mengagumi dalam diam Mencintai dengan diam Berdo'a menyeru namanya diam-diam Ada juga cinta umbar Semua perasaan di publish bak selebritis Setiap kata dirajut menjadi kalimat paling romantis Semua wajah di edit jadi foto-foto manis ~ Lalu, pernahkah terlintas di benak anda? Tatkala jatuh cinta kepada seseorang dan merasa bahagia, sebenarnya ada perasaan wanita lain yan

Eye Level

Keputusanku untuk kembali ke medan setelah wisuda, bulat sudah. Banyak hal yang sudah difikirkan masak-masak sebelum memutuskan. Bukan gampang! Meninggalkan posisi karier yg terbilang sudah cukup lumayan dari segi apapun. Tapi setiap perjalanan harus ada pengorbanan, don't be egoistic!!! Ada banyak pertimbangan meninggalkan semua rutinitas di Jawa dan hidup entah seperti apa di Medan. Ya, itulah yang ada di benakku tatkala itu. Pertama, keluarga Kini kami hanya tinggal berempat. Ayah adalah bapak dan ibu bagi kami. Rasanya tidak tega harus meninggalkan ayah dan dua adikku setelah ditinggal pergi mama. Mengurus ini dan itu seorang diri. Membereskan segala sesuatunya sendiri. Ya sih masih ada fanny yg dibilang sudah cukup dewasa. Tapi, aku mengenal betul watak fanny dari kecil. Fanny bukan typikal orang yg care abis sama rumah. Care sih tapi gak pakai banget. Belum lagi si Raisya, masih terlalu kecil untuk harus memahami semua ini. Dia akan merasa kesepian karena hanya memiliki