"Ku ingin tahu siapa namamu, dan ku ingin tahu dimana rumahmu
walau sampai akhir hayat ini...
Jalan hidup kita berbeda, aku hanyalah punk rock jalanan...
yang tak punya harta berlimpah, untuk dirimu sayang..."
Lirik lagu ini sering kita dengar dari pengamen-pengamen jalanan keliling.
Hidup memang sebuah realita yang harus dijalani, suka atau tidak suka. Mau atau tidak mau.
Siapa yang tidak ingin bercita-cita menjadi orang kaya?
Orang yang secara khalayak umum dipandang sebagai orang yang serba berlebihan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga segala sesuatu yang mereka inginkan dapat diperoleh dengan mudahnya. Tanpa mengemis dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa meminta, tanpa mengeluh dan terlebih lagi tanpa menyusahkan.
Sebenarnya itulah yang mereka inginkan.
Miris rasanya, hari demi hari, bulan demi bulan hingga tahun berganti tahun terus dijalani tapi tak pernah terlihat perubahan yang begitu indah yang bisa diharapkan dari Negeri tercinta ini. Anak jalanan, gelandangan, pengemis, peminta-minta, pengamen atau apa saja kita menyebutnya semakin tinggi jumlahnya. Belum lagi tingkat pengangguran masih tersebar dimana-mana. Pendidikan semakin hari semakin mahal, seolah-olah menjadikan "niat baik" sebagai ajang perdagangan. Pekerjaan semakin sulit diperoleh, "D3,S1,S2 atau S3" sebagai syaratnya tanpa memperdulikan seberapa besar skill serta kemauan tinggi sang pekerja untuk bekerja. Arghhh, "Apa yang salah pada Negeri ini?"
Serasa yang memiliki "The power of voice just for only they who have money" and it's all about money...money...and money... :-(
"Sudah syukur bisa makan, boro-boro mikirin sekolah".
Setidaknya, mungkin kalimat itu yang selalu terdengar tatkala bocah-bocah kecil malang itu berlalu lalang dijalanan dengan alat musik seadanya. Apa cita-cita mereka? Mereka hanya ingin seperti kita, yah...seperti kita.
Siapa yang tidak iri, tatkala melihat teman sebayanya menggunakan seragam sekolah dengan tas di pundaknya.
Siapa yang tidak iri, tatkala melihat teman sebayanya menikmati bahan bacaan dan tulisannya.
Siapa yang tidak iri, tatkala melihat teman sebayanya bersenda gurau dengan teman-teman lain seusia mereka berlari-lari di lingkungan sekolah.
Siapa yang tidak iri, tatkala melihat teman sebayanya berdiri tegak sambil hormat dihadapan sang pusaka merah-putih tercinta dengan topi dan dasi yang melengkapi atribut mereka.
Bahkan, siapa yang tidak iri, tatkala melihat teman sebayanya diantar jemput mobil mewah yang selalu memadati jalan raya.
Entahlah, pemerintah bisa dibilang lepas tangan atau tidak. Para penguasa Negeri ini mungkin berkelit telah memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk si miskin, beasiswa bagi yang kurang mampu, menggelintirkan banyak dana untuk membantu sekolah-sekolah atau meningkatkan persentase anggaran pendidikan dalam APBN Negara.
Jika saja benar adanya, lantas siapa "bocah kecil malang" yang masih memadati jalan dengan aqua cup bekas tanpa alas kaki sambil menjulurkan tangan seraya mengharap belas kasihan?
Entahlah...
Sedih rasanya, tatkala media televisi menyoroti megahnya bangunan sebagai tempat huni para penguasa Negeri ini. Proyek-proyek renovasi yang menelan nilai rupiah yang cukup menggetarkan, masyarakat dan penguasa saling menyalahkan dan masih banyak lagi.
Siapa yang salah? Siapa yang berlebihan? Atau, siapa yang terlalu membesar-besarkan?
Entahlah kawan, hanya mereka yang tahu.
Pernahkah sedikit melihat wajah mereka? Mereka yang hanya tahu bahwa pagi akan berganti siang, dan siang akan berganti malam. Mereka yang hanya tahu, bahwa hari-harinya itu hanya akan disibukkan untuk mencari pengganjal perutnya. Mereka yang hanya tahu bahwa hidupnya selalu nomaden, karena ada petugas-petugas aparat yang akan selalu merazia mereka.
Memberikan lima ratus rupiah atau seribu rupiah, bukanlah jalan yang terbaik untuk membantu mereka. Karena itu hanya akan meningkatkan jumlah mereka setiap waktu. Mereka hanya perlu dirangkul dengan menyediakan sebuah tempat untuk menampung mereka. Dimana didalam wadah tersebut, para penguasa bisa menyalurkan langsung dananya atau masyarakat yang berekonom tinggi juga ikut serta membantu mereka. Mereka bisa diajarkan berbagai keterampilan, pendidikan atau kreatifitas dari tenaga-tenaga pengajar yang ikhlas. Keterampilan atau kreatifitas dapat berupa membatik, menjahit, bercocok tanam, mengelola bahan2 bekas menjadi nilai rupiah dan masih banyak lagi yang diajarkan nantinya. Dan itu bisa dijual dengan nilai yang tinggi dan dapat membantu tidak hanya sebagai pengganjal perut mereka atau sekedar uang jajan, mungkin juga membantu perekonomian Negeri ini. Negeri ini masih memiliki stok orang-orang pintar yang bermoral yang cukup besar jumlahnya, hanya saja mereka mau atau tidak?
Hanya saja yang perlu diingat kawan, jika suatu saat tempat penampungan ini benar-benar berdiri. Maka, utuslah orang JUJUR untuk mengelolanya.
Fenomena anak jalanan ini seperti tidak sesuai dengan niat baik Negeri ini. "Mencerdaskan kehidupan bangsa". Yah, "Mencerdaskan" seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Bukan sekedar menuangkan, tetapi sudahkah diaplikasikan?
Hmmm, ya sudahlah kawan. Inilah realita kehidupan dan fenomena alam yang akan terus berjalan. Tak perlu saling menyalahkan dan tak perlu saling memalingkan diri. Mari mulai dari diri kita sendiri sebagai generasi bangsa ini. Mungkin kita tidak punya banyak harta untuk membantu mereka, tapi setidaknya kita punya cukup ilmu yang sudah kita peroleh dari bangku sekolah yang pernah kita kenyam.Kita bisa berbagi ilmu dengan mereka, hanya saja kita mau atau tidak?
Adik kecilku yang malang, bertahanlah... yakinlah bahwa "Habis Gelap, Terbitlah Terang".
Semangat sayang ^___^
Semangat sayang ^___^
Hidup terlalu bengis,saat kau coba terus ratapi.
Hidup adalah perjuangan,meski tak mudah kau taklukkan.
Berjalanlah walau tertatih kawan,hadapi dunia dengan senyuman.
Disini ku ada untukmu genggam tangan,kita bersenang-senang. By Naff
Comments
Post a Comment