Hujan telah tiba dan banjir pun ikut berpartisipasi mewarnai kehidupan di beberapa tempat. Ada sebuah kenangan manis yang tak pernah saya lupakan tentang "BANJIR".
Saya suka banjir, karena banjir itu identik dengan kebersamaan.
Saya senang banjir, karena banjir itu mendatangkan kebahagiaan.
Dan saya cinta banjir, karena banjir itu menghadiahkan sepaket senyuman :-)
Saya tinggal di sebuah kota terpencil di sumatera utara yang bernama Labuhan. Sebuah rumah sederhana dalam lingkungan yang sederhana pula, tetapi menjadi sangat istimewa berada didalamnya. Saya tinggal dengan orang tua dan dua saudara wanita yang cantik-cantik.
Lingkungan tempat saya bermukim itu selalu identik dengan banjir jika hujan tiba. Dataran yang terlalu rendah serta kondisi tempat tinggal yang berdekatan dengan sungai, membuat rumah kami ikut serta merasakan manisnya air hujan.
Hujan membawa sejuta kenangan manis yang gak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun.
Kala itu, suara hujan mulai bernyanyi dari atas genteng rumah. Kalau didengar selentingan, bunyinya sih seperti pelemparan batu-batu dari atas awan. Belum lagi temannya petir, ikut meramaikan suasana. Tetapi, kalau didengar secara perlahan-lahan. Suara menakutkan itu justrul menjadi sangat menyenangkan, karena ada nada-nada tersendiri pada setiap tetesannya.
Sore yang masih terang benderang itu, kini menjadi gelap gulita. Suara adzan maghrib pun, mulai sayup-sayup terdengar karena terkalahkan dengan suara hujan yang begitu menyemarakkan suasana. Tidak ada lagi suara kokokan ayam maupun meongan kucing. Hanya suara kodoklah yang masih setia ikut berpartisipasi meramaikan suasana.
"Angkat barang-barang yang dibawah ke atas fan,din!" Teriak seorang wanita yang sudah separuh usianya menikmati dunia.
Itulah kalimat yang selalu terlontar tatkala hujan tiba.
"Pindah ke kamar kami aja kalian, biar tempat tidur nya dinaikkan ke atas".
Seru lelaki yang hampir separuh usianya, ia telah menikmati tantangan kehidupan.
Mereka adalah ibu dan bapak saya, sepasang orang tua yang luar biasa :-)
Jika hujan sudah tiba seperti ini, kami pun mulai memainkan peran masing-masing.
Bapak sibuk mengangkatin barang-barang berat yang letaknya dibawah, ke tempat yang jauh lebih tinggi agar tidak basah jika banjir mulai masuk kedalam rumah kami. Begitulah Bapak, karena hanya beliau yang memiliki tenaga dua kali lebih kuat daripada kami. Sementara ibu, sibuk mencari kain-kain yang mempunyai ketebalan cukup untuk menghambat air yang secara perlahan masuk dari pintu rumah. Dan saya beserta adik saya ikut membantu apa yang bisa kami bantu untuk mereka. Yah, meski terkadang walaupun sudah berusaha belum juga berhasil. Itu bukan masalah bagi keluarga kami, karena sudah menjadi kebiasaan jika banjir tiba.
Dan hujan pun begitu asyik memainkan perannya kala itu, karena ia semakin bernyanyi dengan syahdunya. Kalau sudah begitu, kami hanya bisa pasrah. Dan berkumpul dalam sebuah kamar yang indah diatas sebuah tempat tidur.
Serrr...serrr..serrr, perlahan-lahan air pun masuk ke kamar. Dan kami menikmati melihat pergerakan air yang begitu cepat. Hmm, serasa berada diatas kapal kalau banjir sudah datang seperti ini. Sejam, dua jam terlewati dan akhirnya hujan reda. Alhamdulillah :-)
Waktu itu, sekitar pkl 22:00 wib hujan pun mulai mereda dan kami pun bersiap memainkan peran. Saatnya kerja bakti :-D
Bapak, ibu, saya dan adik saya mulai menguras sedikit demi sedikit air banjir yang masuk kerumah kami. Ember adalah teman yang paling tepat kalau sudah begini. Ini benar-benar gotong royong teman, kamu tahu mengapa???
Karena bapak, saya, ibu dan adik saya mulai memindahkan air yang menggenangi lantai kami kedalam sebuah ember mulai dari ukuran kecil, sedang hingga yang paling besar. Untuk yang kecil-kecil kalau sudah penuh, saya atau adik saya bergantian mengangkat ember itu untuk membuang airnya kedalam selokan toilet. Tetapi khusus yang sedang, Bapaklah yang mengangkatnya sendiri. Dan untuk yang paling besar, kami selalu bergantian (saya dan bapak atau saya dan ibu atau bapak dan adik saya). Hingga perlahan-lahan lantai yang hampir tidak kelihatan lagi coraknya itu, mulai kelihatan kembali. Hmm, gak kerasa sudah hampir pkl 01:00 wib. Walau sebenarnya letih, tapi kalau dikerjakan bersama-sama dengan rasa bahagia gak akan menjadi beban. Justrul ini seperti sebuah permainan yang menyenangkan.
Kenangan yang paling saya ingat kala itu. Meski saya tahu sebenarnya ibu saya sudah letih, tapi beliau masih sempat-sempatnya membuatkan makanan untuk kami. Padahal, udah makan malam lo kala itu. Beliau memang sensitif banget hatinya, ia sampai-sampai tahu kalau perut kami pasti lapar karena menguras air yang berember-ember itu. Dan, 4 buah piring indomie rebus hangat ditambah 4 gelas teh manis hangat melengkapi sepaket senyuman sebuah keluarga kala itu. Inilah moment-moment yang selalu kami nanti-nanti.
"Susah bareng-bareng, bahagia bersama-sama".
Jujur, saya kangen banget moment-moment itu.
Jika hujan tiba seperti ini, wajah-wajah ceria itu yang selalu terbayang dalam benak saya.
"Sepaket Senyum Banjir" itu, kini berkurang anggotanya satu. Karena sekarang saya berada jauh dari mereka demi sebuah perjuangan hidup yang lebih baik dari kemarin :-)
Yah, walau sekarang ada Raisya si bungsu yang hobinya ngeribetin mulu. Hahahaha....
Saya kangen mom...dad... kangen sekali masa-masa itu :-(
Sepaket Senyum Banjir itu milik keluarga kami ^___^
Saya suka banjir, karena banjir itu identik dengan kebersamaan.
Saya senang banjir, karena banjir itu mendatangkan kebahagiaan.
Dan saya cinta banjir, karena banjir itu menghadiahkan sepaket senyuman :-)
Saya tinggal di sebuah kota terpencil di sumatera utara yang bernama Labuhan. Sebuah rumah sederhana dalam lingkungan yang sederhana pula, tetapi menjadi sangat istimewa berada didalamnya. Saya tinggal dengan orang tua dan dua saudara wanita yang cantik-cantik.
Lingkungan tempat saya bermukim itu selalu identik dengan banjir jika hujan tiba. Dataran yang terlalu rendah serta kondisi tempat tinggal yang berdekatan dengan sungai, membuat rumah kami ikut serta merasakan manisnya air hujan.
Hujan membawa sejuta kenangan manis yang gak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun.
Kala itu, suara hujan mulai bernyanyi dari atas genteng rumah. Kalau didengar selentingan, bunyinya sih seperti pelemparan batu-batu dari atas awan. Belum lagi temannya petir, ikut meramaikan suasana. Tetapi, kalau didengar secara perlahan-lahan. Suara menakutkan itu justrul menjadi sangat menyenangkan, karena ada nada-nada tersendiri pada setiap tetesannya.
Sore yang masih terang benderang itu, kini menjadi gelap gulita. Suara adzan maghrib pun, mulai sayup-sayup terdengar karena terkalahkan dengan suara hujan yang begitu menyemarakkan suasana. Tidak ada lagi suara kokokan ayam maupun meongan kucing. Hanya suara kodoklah yang masih setia ikut berpartisipasi meramaikan suasana.
"Angkat barang-barang yang dibawah ke atas fan,din!" Teriak seorang wanita yang sudah separuh usianya menikmati dunia.
Itulah kalimat yang selalu terlontar tatkala hujan tiba.
"Pindah ke kamar kami aja kalian, biar tempat tidur nya dinaikkan ke atas".
Seru lelaki yang hampir separuh usianya, ia telah menikmati tantangan kehidupan.
Mereka adalah ibu dan bapak saya, sepasang orang tua yang luar biasa :-)
Jika hujan sudah tiba seperti ini, kami pun mulai memainkan peran masing-masing.
Bapak sibuk mengangkatin barang-barang berat yang letaknya dibawah, ke tempat yang jauh lebih tinggi agar tidak basah jika banjir mulai masuk kedalam rumah kami. Begitulah Bapak, karena hanya beliau yang memiliki tenaga dua kali lebih kuat daripada kami. Sementara ibu, sibuk mencari kain-kain yang mempunyai ketebalan cukup untuk menghambat air yang secara perlahan masuk dari pintu rumah. Dan saya beserta adik saya ikut membantu apa yang bisa kami bantu untuk mereka. Yah, meski terkadang walaupun sudah berusaha belum juga berhasil. Itu bukan masalah bagi keluarga kami, karena sudah menjadi kebiasaan jika banjir tiba.
Dan hujan pun begitu asyik memainkan perannya kala itu, karena ia semakin bernyanyi dengan syahdunya. Kalau sudah begitu, kami hanya bisa pasrah. Dan berkumpul dalam sebuah kamar yang indah diatas sebuah tempat tidur.
Serrr...serrr..serrr, perlahan-lahan air pun masuk ke kamar. Dan kami menikmati melihat pergerakan air yang begitu cepat. Hmm, serasa berada diatas kapal kalau banjir sudah datang seperti ini. Sejam, dua jam terlewati dan akhirnya hujan reda. Alhamdulillah :-)
Waktu itu, sekitar pkl 22:00 wib hujan pun mulai mereda dan kami pun bersiap memainkan peran. Saatnya kerja bakti :-D
Bapak, ibu, saya dan adik saya mulai menguras sedikit demi sedikit air banjir yang masuk kerumah kami. Ember adalah teman yang paling tepat kalau sudah begini. Ini benar-benar gotong royong teman, kamu tahu mengapa???
Karena bapak, saya, ibu dan adik saya mulai memindahkan air yang menggenangi lantai kami kedalam sebuah ember mulai dari ukuran kecil, sedang hingga yang paling besar. Untuk yang kecil-kecil kalau sudah penuh, saya atau adik saya bergantian mengangkat ember itu untuk membuang airnya kedalam selokan toilet. Tetapi khusus yang sedang, Bapaklah yang mengangkatnya sendiri. Dan untuk yang paling besar, kami selalu bergantian (saya dan bapak atau saya dan ibu atau bapak dan adik saya). Hingga perlahan-lahan lantai yang hampir tidak kelihatan lagi coraknya itu, mulai kelihatan kembali. Hmm, gak kerasa sudah hampir pkl 01:00 wib. Walau sebenarnya letih, tapi kalau dikerjakan bersama-sama dengan rasa bahagia gak akan menjadi beban. Justrul ini seperti sebuah permainan yang menyenangkan.
Kenangan yang paling saya ingat kala itu. Meski saya tahu sebenarnya ibu saya sudah letih, tapi beliau masih sempat-sempatnya membuatkan makanan untuk kami. Padahal, udah makan malam lo kala itu. Beliau memang sensitif banget hatinya, ia sampai-sampai tahu kalau perut kami pasti lapar karena menguras air yang berember-ember itu. Dan, 4 buah piring indomie rebus hangat ditambah 4 gelas teh manis hangat melengkapi sepaket senyuman sebuah keluarga kala itu. Inilah moment-moment yang selalu kami nanti-nanti.
"Susah bareng-bareng, bahagia bersama-sama".
Jujur, saya kangen banget moment-moment itu.
Jika hujan tiba seperti ini, wajah-wajah ceria itu yang selalu terbayang dalam benak saya.
"Sepaket Senyum Banjir" itu, kini berkurang anggotanya satu. Karena sekarang saya berada jauh dari mereka demi sebuah perjuangan hidup yang lebih baik dari kemarin :-)
Yah, walau sekarang ada Raisya si bungsu yang hobinya ngeribetin mulu. Hahahaha....
Saya kangen mom...dad... kangen sekali masa-masa itu :-(
Sepaket Senyum Banjir itu milik keluarga kami ^___^
Comments
Post a Comment