"Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah swt rezekinya". (Q.S Hud : 6)
Sore itu ketika langit sedang asyiknya berganti warna menjadi keabu-abuan, dilengkapi suara adzan maghrib yang berkumandang dari masjid-masjid terdekat. Aku menghentikan langkah disebuah perempatan jalan, untuk berganti angkot menuju perjalanan ke rumah. Maklum saja, perjalanan dari kantor ke rumah yang memakan waktu hampir setengah jam itu. Membutuhkan dua kali pergantian angkot, karena tidak ada yang satu jurusan baik menuju rumah maupun kantor.
Langkahku pun berlanjut dengan hadirnya sebuah motor angkot yang kutunggu sejak 3 menit berdiam diri dijalan. Angkot sore itu sunyi, hanya ada aku sendiri sebagai penumpang dan pak supir angkot. Mungkin karena maghrib sudah tiba, orang-orang memilih untuk kembali setelah maghrib.
Seperti biasa, pak supir memilih mengetem di sebuah jalan yang ramai pertokoan dengan harapan ada penumpang lain yang menaiki angkotnya. Setelah hampir lima menit ia ngetem di jalan itu, tak ada satu batang hidung pun yang muncul. Akhirnya dengan rasa sedikit kesal, ia menjalankan angkotnya. Setiap ada orang yang berdiri di bibir jalan atau sekedar berjalan kaki, pak supir dengan cepatnya membunyikan klekson angkotnya sebagai seruan mengajak para pengguna jalan menaiki angkotnya. Tapi, tak satupun yang merespon. Sesekali ku perhatikan gelagat pak supir, ia tampak sedikit kesal sore itu. Karena hanya memiliki satu penumpang yakni 'aku'. Dengan wajah yang sedikit kesal sambil memegangi kepalanya, ia berkata "kemana orang-orang ini".
Tak lama, ia menjumpai orang ramai di bibir jalan dekat sebuah pertokoan. Sambil memberhentikan motor angkotnya, ia berkata, "Ayo teh..teh, buk..sadang-sadang".
Tapi tak satupun menghiraukan pak supir dan akhirnya pak supir meninggalkan jalan.
Sebagai penumpangnya seorang diri, batinku berkata "kasihan sekali Pak supir ini. Mungkin setorannya hari ini tidak seperti yang ia harapkan. Sabar Pak, bersabarlah! Tuhan telah mengatur rizkimu".
Dengan mata melirik, aku lihat kembali gelagatnya. Ia hampir saja putus asa, karena sudah beberapa jalan dilewati. Tak satupun penumpang lain yang naik angkotnya.
Walau aku bukanlah seorang supir, tapi aku mengerti betapa begitu letihnya yang dirasakan Pak supir itu. Mungkin ia telah keluar dari pagi hari hingga malam akan menjelang dan berganti pagi lagi. Ia butuh makan, bisa saja bukan hanya untuk perutnya sendiri, tetapi anak dan istrinya. Belum lagi keperluan lain atau mungkin membayar setoran hari itu kepada pemilik angkot.
Ahhh, Pak jasamu benar-benar berharga :-)
Hingga sampailah aku ditempat tujuan sore itu. Aku pun mengeluarkan ongkos dan memilih memberinya lebih dari tarif aslinya. Karena ia telah mengantarkanku dengan selamat sampai tujuan ditengah-tengah rasa putus asanya.
Terima kasih Pak Supir ^__^
Kesabaran itu tiada batas,
Bukankah Tuhan mencintai orang-orang yang sabar??
Comments
Post a Comment