Sore itu hujan tak henti-hentinya. Ribuan manusia silih berganti menapaki jalan-jalan becek yang sedari tadi dihiasi sang hujan. Ada yang duduk membisu menunggu redanya hujan, agar melanjutkan perjalanan kembali dengan lancar. Ada yang nekat hujan-hujanan, dengan tak menghiraukan kedatangan sang hujan. Para pengguna motor juga demikian, ada yang berteduh dan bersabar menunggunya hujan reda. Ada pula yang nekat hujan-hujanan, tanpa menghiraukan jalanan licin.
Sore itu, mall dipadati pengunjung. Warung-warung kecil dipadati para peneduh hujan. Para pejalan kaki mulai meminggir dari jalanan, tetapi jalan tetap saja macet. Karena para manusia cenderung lebih egois disaat hujan tiba. Mereka berlomba-lomba untuk sampai ditempat tujuan, tanpa memikirkan keselamatan atau kecelakaan apa yang terjadi. Nada terduduk di salah satu pusat perbelanjaan, menunggu hujan yang sedari tadi tak juga reda. Jika ia nekat, maka basahlah seluruh pakaiannya. Dengan khidmat, ia pandangi seisi jalan yang hampir sesak dipenuhi para peneduh hujan. Tak lama, muncullah seorang anak kecil dengan payung berwarna pink yang melindunginya dari air hujan dan sebuah payung berwarna hijau ditangannya. Anak itu terlihat kusam dengan pakaian seadanya dan beralaskan sandal jepit yang tak semewah sandal para kalangan eksekutif. Dengan senyuman manisnya, ia jajakan payung berwarna hijau yang ukurannya 2 kali lebih besar daripada yang ia pakai seraya berkata "Payungnya Bu...Payungnya Mba'...Payung...Payung.." Kira-kira begitulah ia bersuara.
Nada terpukau melihat kehebatan sang anak, karena jika dilihat secara kasat mata, anak kecil itu berusia sekitar 8-10 tahun. Berkat gadis itu, atu per satu manusia mulai berhasil menyeberangi air hujan yang membawa mereka sampai pada halte pemberhentian angkutan umum.
"Terima kasih", Kata salah seorang pekerja pada anak berpayung pink sambil menyodorkan uang sebesar 10.000,-.
"Kembaliannya Mbak'," Tanya sang anak
"Buat kamu", pinta wanita paruh baya itu
Senyumnya yang mungil seketika berubah menjadi sangat lebar.
"Imut-imut sekali anak kecil itu" Ucap Nada dalam hati
Setelah para pengguna jasa payung mulai berkurang, Nada menghampiri anak kecil itu.
"Dik, dik.Payung..." Pinta Nada
"Iya Mba', mau ke halte juga?" Tanya sang anak
"Bukan Dik, kejalan depan sana" Pinta Nada sambil menunjuk lokasi yang dimaksud
Sepanjang jalan sampai menuju lokasi, Nada mengajak anak kecil itu mengobrol
"Siapa namamu, dik?" Tanya Nada memulai percakapan
"Gadis, Mba'" Jawab anak kecil itu
"Wah, bagus namanya dik. Ok, saya akan memanggil kamu Gadis saja, lebih enak kan kedengarannya?" Timpal Nada
"Boleh, Mba" Jawab Gadis
"Berapa usia, Dis?" Tanya Nada kembali
"10 tahun Mba" Jawab Nada
"Sudah lama kamu melakukan pekerjaan seperti ini?" Tanya Nada penasaran
"Lumayan Mba', sudah berjalan 3 bulan" Jawab Gadis
"Kamu senang melakukannya?" Tanya Nada kembali
"Senang Mba', kan bisa buat tambahan uang jajan" Jawabnya dengan senyuman khasnya
"Ow gitu ya. Biasanya suka dapat berapa?"
"Gak tentu Mba', pernah sampai Rp 50.000 - 75.000. Kalau ada yang baik, suka dikasih lebih" Jawab Gadis
"Memang upah 1 payung, berapa Dis?" Tanya Nada penasaran
"Seikhlasnya Mba'. Makanya saya senang kalau sudah musim hujan seperti ini. Bagi sebahagian orang, hujan mungkin dianggap musibah. Tetapi bagi saya, inilah rezeki saya Mba'. Saya bisa memperoleh uang jajan tambahan dari hujan. Dan karena hujan juga, saya bisa membeli makanan yang enak-enak seperti yang biasa dimakan orang-orang."
Nada tertegun mendengar ucapan si Gadis payung itu.
"Sampai disinikan, Mba'?" Tanya Gadis memecahkan lamunan Nada
"Ow, iya..iya." Jawab Nada seraya mengambil uang dari kantongnya dan memberi kepada Gadis payung itu.
- Hujan membawa hikmah buat Nada sore itu. Setidaknya, perkataan sang Gadis payung itu benar, "disaat bagi sebahagian orang hujan mungkin dianggap musibah, karena tidak bisa sampai di tempat awal waktu, macet-macettan di jalan, basah, dsb. Tetapi bagi yang lain, hujan adalah rezeki. Ya, hujan penurun rezeki. Bukankah tugas seorang malaikat Mikail adalah penurun hujan alias penurun rezeki? -
Sore itu, mall dipadati pengunjung. Warung-warung kecil dipadati para peneduh hujan. Para pejalan kaki mulai meminggir dari jalanan, tetapi jalan tetap saja macet. Karena para manusia cenderung lebih egois disaat hujan tiba. Mereka berlomba-lomba untuk sampai ditempat tujuan, tanpa memikirkan keselamatan atau kecelakaan apa yang terjadi. Nada terduduk di salah satu pusat perbelanjaan, menunggu hujan yang sedari tadi tak juga reda. Jika ia nekat, maka basahlah seluruh pakaiannya. Dengan khidmat, ia pandangi seisi jalan yang hampir sesak dipenuhi para peneduh hujan. Tak lama, muncullah seorang anak kecil dengan payung berwarna pink yang melindunginya dari air hujan dan sebuah payung berwarna hijau ditangannya. Anak itu terlihat kusam dengan pakaian seadanya dan beralaskan sandal jepit yang tak semewah sandal para kalangan eksekutif. Dengan senyuman manisnya, ia jajakan payung berwarna hijau yang ukurannya 2 kali lebih besar daripada yang ia pakai seraya berkata "Payungnya Bu...Payungnya Mba'...Payung...Payung.." Kira-kira begitulah ia bersuara.
Nada terpukau melihat kehebatan sang anak, karena jika dilihat secara kasat mata, anak kecil itu berusia sekitar 8-10 tahun. Berkat gadis itu, atu per satu manusia mulai berhasil menyeberangi air hujan yang membawa mereka sampai pada halte pemberhentian angkutan umum.
"Terima kasih", Kata salah seorang pekerja pada anak berpayung pink sambil menyodorkan uang sebesar 10.000,-.
"Kembaliannya Mbak'," Tanya sang anak
"Buat kamu", pinta wanita paruh baya itu
Senyumnya yang mungil seketika berubah menjadi sangat lebar.
"Imut-imut sekali anak kecil itu" Ucap Nada dalam hati
Setelah para pengguna jasa payung mulai berkurang, Nada menghampiri anak kecil itu.
"Dik, dik.Payung..." Pinta Nada
"Iya Mba', mau ke halte juga?" Tanya sang anak
"Bukan Dik, kejalan depan sana" Pinta Nada sambil menunjuk lokasi yang dimaksud
Sepanjang jalan sampai menuju lokasi, Nada mengajak anak kecil itu mengobrol
"Siapa namamu, dik?" Tanya Nada memulai percakapan
"Gadis, Mba'" Jawab anak kecil itu
"Wah, bagus namanya dik. Ok, saya akan memanggil kamu Gadis saja, lebih enak kan kedengarannya?" Timpal Nada
"Boleh, Mba" Jawab Gadis
"Berapa usia, Dis?" Tanya Nada kembali
"10 tahun Mba" Jawab Nada
"Sudah lama kamu melakukan pekerjaan seperti ini?" Tanya Nada penasaran
"Lumayan Mba', sudah berjalan 3 bulan" Jawab Gadis
"Kamu senang melakukannya?" Tanya Nada kembali
"Senang Mba', kan bisa buat tambahan uang jajan" Jawabnya dengan senyuman khasnya
"Ow gitu ya. Biasanya suka dapat berapa?"
"Gak tentu Mba', pernah sampai Rp 50.000 - 75.000. Kalau ada yang baik, suka dikasih lebih" Jawab Gadis
"Memang upah 1 payung, berapa Dis?" Tanya Nada penasaran
"Seikhlasnya Mba'. Makanya saya senang kalau sudah musim hujan seperti ini. Bagi sebahagian orang, hujan mungkin dianggap musibah. Tetapi bagi saya, inilah rezeki saya Mba'. Saya bisa memperoleh uang jajan tambahan dari hujan. Dan karena hujan juga, saya bisa membeli makanan yang enak-enak seperti yang biasa dimakan orang-orang."
Nada tertegun mendengar ucapan si Gadis payung itu.
"Sampai disinikan, Mba'?" Tanya Gadis memecahkan lamunan Nada
"Ow, iya..iya." Jawab Nada seraya mengambil uang dari kantongnya dan memberi kepada Gadis payung itu.
- Hujan membawa hikmah buat Nada sore itu. Setidaknya, perkataan sang Gadis payung itu benar, "disaat bagi sebahagian orang hujan mungkin dianggap musibah, karena tidak bisa sampai di tempat awal waktu, macet-macettan di jalan, basah, dsb. Tetapi bagi yang lain, hujan adalah rezeki. Ya, hujan penurun rezeki. Bukankah tugas seorang malaikat Mikail adalah penurun hujan alias penurun rezeki? -
Comments
Post a Comment