04 Maret 2014
Masih teringat jelas, sore itu adikku memberi kabar bahwa mama di rawat di Rumah Sakit karena obat dari dokter habis.
Tapi tiba-tiba ada perasaan tidak enak dalam hati, aku coba telepon adikku dan bertanya bagaimana kondisi mama saat itu?
Kontan saja aku kaget waktu salah satu tetanggaku minta dia yang ingin ngobrol denganku, ibuk itu bilang "pulanglah dulu, lihat mama din. Masalah kuliah bisa nyusul, sekarang mama di rawat di Rumah Sakit lagi. Jangan sampai nyesal din".
Begitulah kira-kira kata yang ku rekam dari balik telepon genggam malam itu.
Hatiku rasanya tidak karuan setelah mendengar tetanggaku berkata demikian, apalagi ada embel-embel "jangan sampai nyesal din". Ada apa ini? Dalam hatiku
Tidak lama kemudian, hp ku berdering lagi dan ternyata itu adalah sms dari bapak. Sms itu cukup membuatku bingung, bapak bilang "Dini kalau bisa pulanglah dulu, mama di rawat di Rumah Sakit lagi. Mana tahu dengan kehadiran dini, mama sembuh".
Nyes sekali rasanya, tumben-tumben bapak mengirim sms seperti itu bunyinya. Biasanya, selama ini mereka selalu menutup-nutupi kalau mama sakit karena khawatir mengganggu konsentrasi pekerjaan dan kuliahku.
Hatiku makin tidak karuan malam itu, apa yang harus ku lakukan?
Aku pikir meninggalkan kuliah tidak masalah. Toh semua urusan sudah beres, tinggal bimbingan satu kali lagi buat ACC dan bawa power point buat sidang. Lagian jadwal wisuda dua gelombang, bulan Mei dan November. Yah kalau belum rezeki wisuda bulan Mei, bulan November pun tidak masalah.
Tapi kerjaan?????????????????
Ya, kerjaan yang menjadi urusan ku saat itu. Masalahnya, aku anak baru di perusahaan itu. Baru saja 3 bulan kerja disana, bagaimana caranya aku permisi?
Tapi kalau tidak pulang, bagaimana?
Ya allah... aku gak tahu apa yang harus ku lakukan saat itu.
Semalaman aku nangis sejadi-jadinya di kamar sendirian, rasanya 3 bulan belakangan ini mama tidak pernah nelpon aku karena sakit masih mampu ia tutup-tutupi dengan sms nya "mama udah sehat din". Aku bayangin wajah mama terakhir ketika menyambut kepulanganku lebaran 2013 kemarin. Beliau sedikit berbeda, badannya habis (kurus-sekurusnya) tapi masih sanggup tersenyum dan bilang "mama gak apa-apa din, kamu do'akan aja mama sehat. Ini udah agak kurangan mama, udah sehat ini din". Aku makin nangis mengenang kata-kata itu.
Akhirnya, aku putusin besok mau tidak mau dan apapun keputusan dari tempatku bekerja aku harus pulang.
05 Maret 2014
Ku beranikan diri meminta waktu buat berbicara langsung kepada managerku tentang maksud izin untuk beberapa hari tidak masuk kerja.
Siang itu di ruangan managerku, kami berbicara empat mata.
Aku utarakan maksudku, jika diizinkan aku minta waktu 1 minggu tidak masuk karena harus pulang ke Medan dikarenakan mama sakit. Tetapi jika tidak diizinkan, aku minta toleransi berapa hari pun jadi asal pulang. Akhirnya managerku ACC untuk mengizinkanku tidak masuk selama 1 minggu.
06 Maret 2014
Aku berangkat dari purwakarta ke bandara siang itu, karena pesawat baru take off pkl 18:00 wib. Hmmm, rasanya agak kesal karena pesawat delay 1/2 jam dan baru berangkat sekitar 18:45 wib. Dan tepat pkl 22:00 wib aku sampai di Medan.
Ada perasaan sedih, kesal ah...entahlah semua bercampur aduk menjadi satu.
Sedih luar biasa rasanya, biasanya aku pulang ku dapati wajah bapak dan mama yang menjemputku dengan pelukan hangatnya. Tapi kali ini tidak, bukan mereka yang menjemputku. Biasanya aku pulang dengan wajah tersenyum dan membayangkan kegembiraan wajah kedua adikku di rumah menyambut kehadiranku. Tapi kali ini tidak, aku harus tegar mendapati mama berbaring lemah di ruang ICU dengan segala alat dokter di tubuhnya. Ah, sakitnya luar biasa. Tapi aku sudah berjanji, tidak boleh terlihat sedih apalagi menangis di depan bapak dan dua adikku. Aku harus tegar apapun ceritanya, itu janjiku sebelum pulang.
Waktu menunjukkan pkl 23:00 wib, aku tiba di RS Imelda dimana mamaku dirawat.
Ku lihat bapak dan dua adikku berada di ruang tunggu keluarga. Dengan senyum, mereka sambut kedatanganku malam itu.
Rasanya seperti dijemput Izrail
Berada di ruang tunggu keluarga rasanya seperti dijemput malaikat Izrail. Ruang ICU
dimana mama dirawat, tidak boleh ditunggu keluarga. Keluarga hanya menunggu di
ruang tunggu keluarga dan baru bisa masuk ke ruang ICU setelah ada panggilan dari
balik speaker yang berada di ruang tunggu keluarga. Jam menunjukkan pkl 23:30 wib,
tak lama suara dari balik speaker memanggil. Dan benar saja itu panggilan untuk kami.
Bapakku bergegas masuk ke ruangan, aku yang baru sampai langsung waswas ada apa
dengan mamaku di dalam sana? Tidak lama kemudian bapak datang ke ruang tunggu lagi
dan kewaswasanku terjawab, mama ternyata lapar dan minta dibuatkan roti dengan
teh hangat. Tak lama aku bilang ke bapakku, "Pak, biar dini aja yang kasi roti dan teh
nya ke mama ya. Mana tahu mama terkejut dan senang karena dini datang". Mama
tidak tahu bahwa aku pulang dan tidak ada yang memberi tahu ke mama kalau aku
pulang.
Ya Allah, aku tak mampu berkata-kata...
Tepat pkl 23:30 wib, aku pun masuk ke ruang ICU dimana mama dirawat.
Hanya suara monitor "tet..to ret..." kira-kira begitu bunyinya, yang ku dengar
ketika memasuki ruangan itu. Aku bingung dimana mamaku?
Tapi mataku tertuju pada sosok wanita dengan rambut yang terurai sedang
tunduk melihati badannya. Tak lama ku panggil, "mak?" kataku
Terkejut dan bergetar hebat luar biasa kaki dan jantungku ketika mamaku
mengangkatkan kepalanya yang sedari tadi ia tundukkan.
"Astaghfirullah al adzim" aku ngucap terus dalam hati.
Apa yang kudapati disana? Wajah mamaku, ya wajah mamaku. Itu bukan wajah mamaku.
Mama seperti nenek-nenek yang sudah bercucu, wajahnya seram sekali.
Tidak tahu lagi aku bilangnya seperti apa.
Dan tanpa ekspresi beliau berkata, "kapan kau datang?"
Ku beranikan diri melawan semua rasa yang ada di hati, takut-cemas-sedih, ah...
Tuhanlah yang tahu apa yang ku rasa saat itu.
Ku senang-senangi mama malam itu, "sudah tidak usah dipikirkan kapan dini datang,
sama siapa dan jam berapa. Yang penting dini udah sampai" sambil senyum ku tahan tetesan air mata yang sebenarnya pengen tumpah sejadi-jadinya.
"Ya allah, ada apa ini?" batinku menangis
Gak lama mama pun sedih sambil berkata "kenapa mama begini ya din?"
Tapi aku semangati beliau, "udah! Jangan mama pikirin kenapa mama begini, kenapa begitu? Kita bersyukur saja sama Allah swt masih di beri sakit. Dengan begini, dosa-dosa kita dikurangi sedikit demi sedikit. Orang lain belum tentu dapat kesempatan seperti ini. Udah sekarang yang penting mama sembuh biar kita ke Bandung. Kan mama janji mau datang wisuda dini?"
Aku semangati beliau sampai akhirnya ia minta dipanggilkan bapakku.
Aku pun keluar dan berganti dengan bapakku.
Mama harus cuci darah
Tak terasa empat hari sudah mama di ruang ICU dan empat hari sudah aku nginap di
Rumah Sakit tanpa menginjak rumahku sedikitpun. Sore itu dokter meminta kami untuk
penekenan surat cuci darah. Dokter bilang mama sudah ginjal kronis parenkim.
Itu artinya sudah rusak kedua ginjal dan dalam-dalamnya pun rusak. Tidak ada pilihan
selain cuci darah. Karena aku anak tertua, aku dan bapak lah yang menghadap dokter. Pertama kali kami menolak untuk dilakukan cuci darah, alasan saat itu asal muasal penyakit mama bukanlah medis tapi...intinya mama di dzalimi orang hanya karena
penyakit hati (iri). Tapi melihat kondisi mama yang semakin hari tidak ada perubahan
dan mama bersedia di cuci darah. Panggilan ke dua dokter, kami pun menyetujui
diadakan cuci darah.
Aku panik luar biasa
7 hari sudah mama berada di ruang ICU. Kali ini di rumah sakit hanya ada
aku dan dua adikku (Fanny dan Raisya). Bapak harus kerja karena sudah sering
kali tidak masuk kerja disibukkan mengurusi mama.
Aku yang berhadapan dengan dokter dan para suster pagi itu.
Pagi itu surat penekenan cuci darah ku setujui dan ku tanda tangani
serta pemasukan alat untuk cuci darah yang dimasukkan melalui pembuluh
darah yang berada di dekat payudara mama ku tanda tangani.
Aku lari kesana - kemari, menemui suster. Melayani mama yang terus
teriak-teriak di ruang ICU belum lagi mengurus si bungsu Raiysa.
Ah Tuhan, beratnya uzianmu. Tak terasa, ku teteskan air mataku.
Akhirnya pemasangan alat selesai dan mama di bawa ke ruang cuci darah.
Cuci darah dimulai pkl 09:00 dan berlangsung selama 2 jam.
Melihat prosesnya, rasanya ingin menangis.
Tapi ku semangati mama sambil ku pijit-pijittin kaki, betis dan tangannya.
Tak lama adik mamaku yang perempuan satu-satunya datang dan menemaniku.
Tiba-tiba suara monitor berbunyi, aku panik kenapa?
Ternyata mama lasak dan jika bergeser, darah tidak berjalan normal maka monitor akan bunyi. Aku dan ibukku menasihati mama agar sabar sampai proses selesai. "Jangan lasak ma, kan katanya mau sembuh" begitulah kami menasihati beliau.
Mama pindah ke ruang perawatan
Selesai cuci darah, mama dipindahkan dari ruang ICU ke ruang perawatan.
Mama kelihatan segar dan bengkak-bengkak di tubuhnya hilang walaupun wajah
masih mirip seperti nenek-nenek. Kami berada di ruang perawatan selama 8 hari
sebelum akhirnya dokter mengizinkan pulang. Harusnya hari kamis lalu, aku sudah
kembali bekerja. Tapi demi mama, ku tinggalkan semua tanggungjawabku dulu
disana dan aku pasrah apapun keputusan perusahaan itu. Sementara untuk kuliah,
aku positif wisuda bulan November.
Kami pun menginap di ruang perawatan selama 8 hari dengan beralaskan ambal yang
kami bawa dari rumah. Mama tidur di tempat tidur yang di sediakan, sementara aku,
bapak dan dua adikku tidur di bawah dengan beralaskan ambal tersebut.
Hampir setiap malam kami tidak pernah tidur nyenyak, mama selalu menjerit-jerit
seperti orang kesurupan menahan rasa sakit sampai pagi.
Kami pun membuat jadwal untuk bergantian menjaga mama. Pertama, fanny dan bapak
ku biarkan tidur. Aku yang menjaga mama, mengingat fanny besok mau kuliah
dan bapak harus bekerja. Tapi, mataku juga lelah dan butuh istirahat. Tak lama,
ku bangunkan fanny untuk bergantian menjaga. Jika fanny lelah, fanny membangunkan
bapak. Begitulah seterusnya. Tapi, bapak lah yang amat kasihan. Beliaulah yang tak
pernah cukup istirahat dari kami. Terkadang ia tidak tidur sampai pagi, dan habis
shalat subuh di masjid baru bapak tidur di masjid kira-kira setengah jam pun tidak
sampai karena harus berangkat kerja jam 07:00 pagi dari Rumah Sakit.
Mama Diperbolehkan Pulang
Senin, 17 Maret 2013
8 hari telah berlalu dan mama diizinkan pulang oleh dokter.
Mama tidak mau pulang ke rumah saat itu, karena menurut beliau ia capek
banyak sekali yang mengganggunya di rumah itu.
Dia meminta nginap di rumah adikknya dan kami pun pulang ke rumah adiknya.
Sepulang dari Rumah Sakit dan menginap di rumah adiknya,
mama terus memejamkan matanya dan bisa dikatakan seperti orang lumpuh,
karena kakinya sudah tidak mampu ia angkat untuk berdiri tegak. Ia pun memakai
bantuan kursi roda.
Mama pergi selama-lamanya :-((
Tepat hari sabtu pkl 01:05 wib, mama pergi untuk selama-lamanya.
Rasanya pengen menangis sejadi-jadinya, tapi melihat bapak dan dua adikku aku tahan
air mata yang ingin tumpah-ruah itu.
Ku lihat bapakku menangis, hancur sekali hatinya saat itu. Aku coba tenangi bapak,
sambil ku bilang "ikhlasi mama, kasihan mama".
Dan tepat 04:30 wib, jenajah mama dibawa dari rumah adiknya ke rumah.
Setidaknya Allah swt Mengabulkan Do'aku
Kalau ditanya sedih, aku tidak tahu harus menggambarkan seperti apa hati ini.
Orang yang selalu ada untukku selama ini, sudah tidak lagi ku temui.
Tapi bagaimanapun juga, inilah menurut Tuhan yang terbaik untuk kami.
Orang - orang bilang aku adalah wanita yang tabah dan tegar dengan meninggalnya mama.
Aku berpikir, aku harus bagaimana lagi?
Mau nangis terus-terusan sampai air mata habis? Tidak akan pernah mengembalikan mama ke dunia lagi. Mama sudah berjanji kembali kepadaNya di usia dia saat ini dan beliau sudah tenang disana. Iya aku yakin, dia tenang di sana. Hanya do'a yang mampu setiap waktu aku panjatkan untuknya.
Tapi setidaknya Allah swt mengabulkan do'aku.
Ia izinkan aku merawat mama walau hanya 3 minggu (2 minggu di rumah sakit dan 1 minggu di rumah adiknya).
Mengganti pempersnya, membersihkan tubuhnya, menyulanginya makan, menghiburnya ah semua usaha sudah kami lakukan. Tapi, ya Allah swt lebih tahu yang lebih baik untuk kami :-)
Aku pergi melanjutkan cita-cita mama dan pulang demi tanggungjawab
Setelah hari ke-3 kepergian mama, aku kembali ke Purwakarta. Masih banyak urusan
yang harus aku selesaikan di Pulau Jawa itu. Daftar sidang, wisuda dan membenahi
pekerjaan yang sudah 3 minggu lamanya aku tinggalkan.
Setidaknya, kuliah selesai adalah cita-cita terbesar yang diharapkan mama dari aku.
Yah walaupun sedih luar biasa, karena ketika wisuda mama tidak mungkin
mendampingiku :-((
Mama pernah berpesan kepada kami (anak-anaknya), "cukup mama dan bapak yang
hanya tamatan SMA, kalian jangan. Apapun kami usahakan kalau itu demi sekolah".
Banyak pesan mama yang selalu terngiang di telingaku.
Ah mama... aku rindu sekali kepadamu :-((
Rencananya aku hanya beberapa bulan di Pulau Jawa ini dan tanggal 5 Juni 2014 nanti
adalah hari terakhir aku bekerja di tempat yang banyak memberiku ilmu itu.
Selesai kuliah, wisuda dan lain-lain aku kembali menjadi warga Medan seutuhnya.
Aku pulang demi tanggungjawabku sebagai kakak bagi kedua adikku.
Terutama Raisya, si bungsu yang tidak mengerti apa-apa tentang ini. Raisya baru berusia
enam tahun tanggal 05 April nanti dan berencana kami sekolahkan tahun ini.
Hmmm, semoga semua berjalan lancar. Amin :-)
Comments
Post a Comment